PENANGKAP MIMPI (2)



Semusim berlalu rasanya terlalu cepat. Bahkan aku masih dapat merasakan jemariku menari jumawa di punggungmu. Me-nina bobo-kan mu dengan kecupan terlembut agar kau tetap terjaga di dalam mimpimu. Menikmati aroma dan hangat tubuhmu dipelukanku. Membelai tiap helai rambutmu seakan semuanya akan baik-baik saja selama kamu masih berada disampingku. Aku mau menjadi rumahmu. Tempatmu mengadu, merasa nyaman, merasa aman. Aku mau menjadi rumahmu, tempatmu selalu pulang dan bercerita tentang apapun. Aku mau menjadi rumahmu, tempatmu selalu merasa mampu bahkan merengek. Aku mau menjadi yang kamu sebut pulang. Aku mau menjadi rumahmu, yang kamu bisa miliki bahkan ketika aku tak akan pernah mampu memilikimu.

Namun yang kamu lakukan adalah berkelana. Meloncat dari mimpi ke mimpi. Mimpiku tentang segala pelukan itupun tak lagi berada disini. Mimpiku menguap entah kemana. Seperti petrichor, tak dapat kusentuh namun selalu seperti mesin waktu ketika mata terpejam. Aku bahkan kehilangan banyak kata-kata untuk bercerita. Yang kutahu, kakiku terus saja melangkah meskipun isi kepalaku perlahan menyatu dengan udara. Bahkan, aku tak dapat menemukan satu saja pertanyaan didalamnya. 

Selamat tidur si penangkap mimpiku. Selamat mengejar mimpi lain yang lebih benderang dari cahaya yang melintas di mimpiku. Mimpi yang selalu tergantikan dengan mimpi mimpi baru. Aku tidak akan selalu sanggup terus bermimpi dan berharap kamu terus-terusan menangkap mimpi-mimpiku. Aku lelah menunggumu berhenti menangkap banyak mimpi dan berharap aku bisa menemanimu bermimpi.

Selamat tidur si penangkap mimpiku. Terima kasih untuk pernah menangkap banyak mimpiku.

Langit hampir terang, waktunya untuk terbangun dan berhenti bermimpi.

Comments

Popular Posts