RINDU



Semalam aku menelusuri jalan Kawi menuju taman Diponegoro. Aku melintasi rimbunnya pepohonan yang menari riang tersapu kencangnya angin malam itu. Aku membuka kaca mobilku lebar-lebar, berharap mengendus petrichor yang mengilhamiku banyak khayal tentang kamu. Apa yang sedang kau lakukan dan pikirkan. Membayangkan begitu banyak imaji tentang bahagia yang menggelutimu. Siapa yang beruntung menikmati detik-detik tertawa bersamamu. Seindah apakah matahari yang perlahan terbenam pada selayang pandangmu. Seberapa banyak ingatanmu tentangku. Sejelas apa wajahku diingatanmu. 

Malam ini seharusnya aku berhenti memikirkanmu. Sudah sepantasnya aku kembali kepada realita dan berhenti mengeluhkan rindu. Aku tahu kau tidak akan pernah membaca surat ini. Mungkin kau pun tidak akan pernah ada bersamaku lagi. Namun, entahlah, intuisiku selalu saja berbisik berbeda. Kau seperti pohon Ek dikepalaku. Begitu kokoh berdiri dan menancap kedalam benakku. Begitu rindang hingga membuatku merasa terlindung. Aku begitu sering menginginkanmu. Terlalu sering memikirkanmu. Mungkin aku terlalu berharap. Mencoba menyapa ketidakmungkinan yang aku semogakan.

Besok aku akan kembali ke Växjö. Hampir 5 jam dari Stockholm. Tempat yang jauh lebih dingin dari sekedar kehujanan semalaman di Semarang. Setidaknya untuk bulan ini. Aku akan kembali menikmati Paella dengan segelas atau dua gelas anggur merah. Kemulan dalam lembutnya selimut berbulu tebal ditemani lantunan melodi yang Giuseppe Verdi ciptakan hingga tertidur didekat perapian. Kembali kepada hal-hal yang kucintai namun menurutmu membosankan. 

Aku ingin berada disana. Menikmati melihatmu bahagia. Setidaknya untuk sesekali berjumpa.



Semarang, 21 Januari 2016




Ibu

Comments

Post a Comment

Popular Posts